www.foentry.com
http://foentry.com/2014/05/metafora-kronis-pejabat-istana-iblis/
Metafora Kronis Pasak Kunci Jembatan Iblis, puisi bandung bandawasa, puisi bandung bondowoso, puisi bangkit dari kubur, puisi bau tahi, puisi daerah, puisi es-em-a, puisi garansi, puisi getek, puisi hemat waktu, puisi hutan belantara, puisi ijazah, puisi istana iblis, puisi jalan rusak, puisi janji palsu, puisi janji palsu caleg, puisi jasa perahu eretan, puisi jembatan, puisi jembatan kedaung, puisi jembatan neraka, puisi jembatan surga, puisi kabel kawat, puisi kali, puisi kali sunter, puisi kebangkitan, puisi keles, puisi kerangka, puisi korupsi, puisi koruptor, puisi luka, puisi materi, puisi mesin bermotor, puisi mombok, puisi neraka, puisi nonjok, puisi otot bisep, puisi pejabat korup, puisi penarik perahu eretan, puisi pendayung perahu eretan, puisi penguasa, puisi perahu eretan, puisi perahu getek, puisi perahu kayu, puisi perahu sewa, puisi petuah bijaksana, puisi pilkada, puisi raden, puisi rezeki, puisi sepele, puisi singa, puisi sma, puisi sungai, puisi sungai cibeel, puisi sungai ciliwung, puisi sungai citarum, puisi surat tilang, puisi surga, puisi syurga, puisi tali baja, puisi terkaman singa, puisi tilang, puisi transportasi kali, puisi tukang perahu eretan, puisi uang setoran, puisi warga.
Pengertian Perahu Eretan
Perahu Eretan Masih Ada di Jakarta
JAKARTA, MINGGU - Busway boleh saja beredar membelah belantara Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta boleh saja sesumbar soal monorail ataupun subway. Namun, transportasi tradisional yang satu ini ternyata masih eksis di tengah gempuran modernitas ibu kota. Namanya? Perahu eretan!
Kalau Anda sering melintasi jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, pasti tak asing dengan perahu eretan. Disepanjang jalan ini terdapat Kali Ciliwung yang membelah dua bagian jalan. Nah, perahu eretan ini beroperasi di empat titik Kali Ciliwung yang terbentang di sepanjang Jalan Gunung Sahari, salah satunya di kawasan Pasar Baru Timur.
Mengapa namanya perahu eretan? "Karena nariknya dieret-eret (diseret)," tutur Hendra (20), sang penarik perahu eretan, saat dijumpai Kompas.com, Minggu (6/7).
Perahu tersebut bisa mengangkut hingga 10 orang untuk satu kali jalan. Terbuat dari kayu, dilengkapi tempat duduk dan beratap. Jadi, jangan khawatir kehujanan ataupun kepanasan. Jarak tempuhnya tak jauh. Sekitar 10 hingga 15 meter. Sebuah tali karet hitam dan beberapa kabel yang diuntai dihubungkan dari dermaga kecil di Pasar Baru Timur hingga dermaga di seberangnya.
Sebagai gambaran, dermaga kecil itu terletak tepat diseberang pusat perbelanjaan Golden Truly. "Biasanya yang banyak naik karyawan industri di Pasar Baru sama pekerja di Golden. Ongkosnya sukarela. Kadang ada yang ngasih 500, ada yang 1000," ujar Hendra.
Akhir pekan hanya segelintir orang yang memanfaatkan jasa perahu eretan. Pada hari kerja, dalam sehari bisa 50 orang sejak beroperasi pukul 6.00 pagi hingga pukul 22.00.
Tidak ada yang tahu persis sejak kapan perahu eretan ini beroperasi. Yang jelas, pemilik perahu adalah warga Brebes, Jawa Tengah, bernama Pak Sukim. Hendra adalah satu dari dua orang yang ditugaskan Pak Sukim untuk mengelola jasa perahu eretan di Pasar Baru Timur. Bagi warga, keberadaan perahu eretan ternyata sangat membantu.
"Lumayan, cuma bayar Rp 1.000, udah sampai. Daripada jalan muter, jauh," kata Suryani, seorang pekerja industri di Pasar Baru.
Namun, menurut pengakuan Hendra, jumlah penumpangnya mengalami penurunan drastis sejak tahun 1997. Tepatnya sejak ada jembatan penyeberangan yang menyatu dengan halte busway.
"Tapi nggak apa-apa, yang penting masih ada yang make (menggunakan jasanya)," kata Hendra. Tak hanya warga yang ingin menyeberang yang menikmati jasa perahu eretan.
Seorang ibu, Tati, warga Pasar Baru Timur, mengajak anak balitanya menaiki perahu dari kayu tersebut. "Buat menikmati suasana sore. Sayangnya, kalinya bau," kata dia sembari menutup hidung.
Sumber
Kisah Penarik Perahu Eretan di Kali Sunter
Mukhtar (64) penarik perahu eretan saat tengah menghantar penumpangnya menyebrangi kali Sunter, Koja, Jakarta Utara. Jumat (19/10/2012).
KOMPAS.com - Di Jakarta, untuk menyeberang kali atau sungai, warga biasanya mendapati sebuah jembatan penyeberangan yang melintang di atasnya. Tetapi di kali Sunter, Koja, Jakarta Utara, jembatan yang ada tidak dirasa cukup..
Warga menggunakan perahu-perahu tradisional sebagai jembatan terapung bagi warga. Perahu-perahu yang disebut perahu eretan banyak ditemui di beberapa titik Kali Sunter.
Seperti yang dilakukan Mukhtar (64), seorang penarik perahu eretan. Sudah delapan belas tahun, pria asal Batu Jaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat itu mengaku menjadi penarik perahu eretan.
Di atas perahu bentuk persegi panjang, yang memiliki panjang sekitar lima meter dan lebar kurang lebih satu setengah meter, Mukhtar menyewakan jasa mengantar warga untuk menyeberangi Kali Sunter.
Bentuk perahu sendiri tampak sederhana. Dengan terbuat dari kayu serta memiliki atap peneduh, di situlah Mukhtar mencari rejeki untuk menyambung kehidupan keluarganya dengan sembilan anak.
Penghasilannya pas-pasan untuk membuat dapur tetap 'mengepulkan asap'. Dengan menyeberangkan warga di kali yang memiliki lebar sekitar tiga puluh meter itu, Mukhtar bisa memperoleh rupiah.
"Kadang kalo biasanya itu yang naek ngasih 500 rupiah, tapi sekarang alhamdulilah udah banyak yang ngasih 1.000 rupiah. Ada juga yang kadang-kadang ngasih lebih, apa karena kasihan, apa gimana, enggak paham Bapak, itu kan hak dia yang naek," kata Mukhtar, saat ditemui di atas perahu eretan, Jumat (19/10/2012).
Perahu tersebut setiap hari dapat hilir mudik mengatar penumpang yang akan menyeberang dari Jalan Sindang Terusan menuju Jalan Rawa Badak yang berada di seberang ataupun sebaliknya.
Sistem pengoperasian perahu terbilang unik. Bukan dengan mesin bermotor atau dayung, tetapi menggunakan 'otot' si penarik. Dengan kabel serat kawat yang membentang melintangi kali Sunter dan mengait di badan perahu, Mukhtar cukup menarik kabel maka perahu eretan pun akan berjalan melintasi kali Sunter.
Pengalaman di perahu sendiri, bagi yang pertama kali pasti akan merasa sedikit canggung dan menegangkan. Maklum menurut Mukhtar, di bagian tengah kali bisa mencapai kedalaman empat meter. Belum lagi kadang-kadang perahu terasa oleng.
Tetapi hal itu biasa bagi Mukhtar atau penumpang langganannya. Meski saat ini usianya terbilang tak lagi muda, Mukhtar tampak masih kuat menarik perahu beserta penumpang di atasnya.
Biarpun harus menarik kabel kawat, Ia mengaku sudah terbiasa dengan tangan kosong, walau sesekali tetap memerlukan alas tangan.
"(Kabel kawat) Ini namannya seling, ada yang bilang wayer, ya kalo nariknya make busa (spon) juga bisa. Kadang juga enggak make busa, udah biasa tangan Bapak. Kalo mau 'ngeremnya' di tangan tinggal pegang busanya. Dulu Bapak make sarung tangan, tapi ribet kalo mau rokok ato minum nak," ujar Mukhtar bercerita.
Dalam satu minggu, Mukhtar bekerja tiga hari. Di mana dua hari berikutnya merupakan waktu libur dan selebihnya pekerjaan itu dilanjutkan oleh temannya.
Setiap hari, Mukhtar memperoleh penghasilan sampai dengan Rp 100.000 rupiah. Namun tak jarang apabila penumpang sepi, penghasilannya pun terbilang hanya pas-pasan. Jumlah itu belum termasuk setoran Rp 50.000 kepada pemilik perahu alias bosnya.
Maklum perahu eretan itu bukan milik pribadi. Saat masih jayanya, Ia mengenang dulu banyak warga menggunakan jasa penyeberangan menggunakan perahu. Namun, kemajuan pembangunan dan perkembangan pesat kendaraan bermotor di Jakarta membuat warga banyak yang sudah meninggalkan alat penyeberang tradisional yang sudah lama ada di Kali Sunter itu.
"Yang biasa naik perahu sekarang udah punya motor sendiri. Pernah sampe Bapak enggak dapat setoran akhirnya Bapak nombok sendiri," ceritanya mengenang.
Walau begitu, hatinya tak mau untuk meninggalkan profesi yang digelutinya sejak tahun 1994 itu. "Ya Bapak udah biasa. Kita kan harus mencintai suatu pekerjaan. Apa lagi dapet pekerjaan sekarang susah. Karena kerja itu bukan cuma pikiran, tetapi pake hati juga," ujar Mukhtar sambil menarik perahu.
Usaha sejenis dapat ditemui di beberapa titik kali ataupun sungai yang ada di Jakarta Utara. Banyak pekerja penarik perahu yang menggantungkan hidup dengan berkerja di atas perahu eretan itu.
Eksistensi keberadaan mereka merupakan 'warisan' yang bertahan bersama dengan kemajuan dan pekembangan Ibu Kota yang semakin modern.
sumber:
No comments:
Post a Comment