Sunday 13 July 2014

Puisi Ojek Payung

www.foentry.com

http://foentry.com/2014/05/milliampere-penghilang-denyut-nadi/

Milliampere Penghilang Denyut Nadi, puisi arus listrik, puisi arwah, puisi awan hitam, puisi biaya administrasi, puisi bumi, puisi ella ella, puisi guntur, puisi hujan, puisi ikhlas, puisi ilahi, puisi jasa sewa payung, puisi jiwa, puisi kampus, puisi khidmat, puisi kilat, puisi kontraksi, puisi kosan, puisi mahasiswa, puisi mall, puisi mati, puisi mati kesetrum, puisi mazmur, puisi milliampere, puisi nasi, puisi ngojek, puisi ojek payung, puisi payung, puisi pelajar seksi, puisi pelanggan, puisi pujasera, puisi pusat perbelanjaan, puisi rokok, puisi rumah sakit, puisi seksi, puisi shutter, puisi syaraf, puisi tak bernadi, puisi tetangga, puisi tukang ojek payung, puisi uang receh, puisi umbrella.

Pengertian Ojek Payung

Pengojek Payung di Kota Layak Anak

DEPOK, KOMPAS.com — Di jembatan penyeberangan orang (JPO) Jalan Margonda, terpampang reklame yang menyebut Depok sebagai kota layak anak. Akan tetapi bila hujan tiba, belasan anak menawarkan jasa ojek payung di sekitar ruas Jalan Margonda.

Mereka tersebar di beberapa tempat, antara lain Toko Buku Gramedia, Depok Town Square (Detos), dan Kampus UI. Anak-anak berusia sekitar 7-13 tahun tersebut menjajakan jasa payungnya kepada para pengunjung mal atau mahasiswa yang membutuhkan.

Mereka biasanya mengantarkan pengguna jasanya dari satu tempat publik ke tempat publik terdekat lainnya, seperti dari kampus ke Stasiun UI atau dari Detos ke Stasiun Pondok Cina.

Selama mengojek payung, para bocah tersebut tak berpayung. Mereka berhujan-hujan. Pakaian basah kuyup adalah pemandangan biasa bagi yang sering melihat mereka.

"Seneng aja hujan-hujanan. Kakak dulu juga (pengojek payung), tapi sekarang enggak. Udah SMP," kata Ari yang bila hujan tiba beroperasi di Toko Buku Gramedia, Senin (2/6/2014).

Kakak Ari yang sekarang sudah duduk di bangku SMP tak mengojek lagi karena fokus sekolah. Ari yang memang hobi berhujan-hujan pun dengan senang hati melanjutkan mengojek payung.

Murid kelas 5 sebuah SD di Pondok Cina, Beji, Depok, ini menuturkan, beberapa teman satu sekolahnya, bahkan ada yang sekelas, juga mengojek payung. Anak-anak tersebut umumnya kelas 4-6 SD.

Menurut Ari, ia dan teman-temannya mengojek payung hanya jika tak berbenturan dengan jadwal sekolah. Setiap kali hujan deras, ia mendapat penghasilan Rp 30.000. Jika hujan berlangsung lebih lama dan banyak pengguna jasa, ia bisa meraup pendapatan sampai Rp 50.000. Tarif yang dikenakan para pengojek payung ini tidaklah mahal. Berkisar Rp 3.000-5.000.

"Tiga ribu ada. Lima ribu ada. Lihat tempatnya (tujuan)," kata Arif, adik kelas Ari, yang juga ikut mengojek payung.

Menanggapi hal tersebut, KPAI meminta Wali  Kota Depok memberikan perhatian khusus terhadap mereka.

"Wali kota seharusnya memiliki kebijakan khusus agar anak tidak beraktivitas sebagai ojek payung. Pertama, bangun ekonomi keluarga ojek payung. Kedua, gratiskan sekolah anak ojek payung. Ketiga, perhatikan tempat tinggal anak ojek payung," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Susanto melalui pesan singkat .
Sumber

No comments:

Post a Comment